MEDAN, Waspada.co.id – Pertamina akan memberlakukan pembelian BBM dengan mendaftar melalui aplikasi My Pertamina.
Terkait hal ini, Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin menuturkan memang ada kendala tertentu khususnya bagi masyarakat yang belum atau bahkan tidak familiar dengan menggunakan smartphone atau sejenisnya, dan penggunaan uang digital.
“Selanjutnya masih banyak juga wilayah di mana masyarakat sulit menemukan SPBU, atau juga wilayah yang tidak tercover dengan jaringan telekomunikasi yang mumpuni. Kendala tersebut akan menjadi tantangan Pertamina kedepan, ditambah potensi kemungkinan antrian yang lebih banyak saat mengisi BBM. Namun saya tetap menyambut baik kehadiran aplikasi tersebut sebagai salah satu cara untuk membeli BBM bersubsidi,” tuturnya kepada Waspada Online, Rabu (29/6).
Dengan aplikasi tersebut, maka pembelian BBM bersubsidi akan terdata, dan bisa tepat sasaran. Selain itu akan terdata berapa konsumsi BBM di masyarakat berdasarkan kriteria yang tertera di dalam aplikasi tersebut.
Nantinya penggunaan aplikasi ini akan lebih banyak mendukung pemerintah dalam menyalurkan BBM bersubsidi.
“Kita bisa melihat berapa sebenarnya konsumsi BBM yang bisa dibagi menurut jenis kendaraannya. Atau informasi lain seputar pembelinya. Dan bisa memastikan bahwa yang kaya tidak akan menikmati subsidi BBM. Jadi kebijakan penyaluran BBM atau kebijakan penentuan besaran subsidi akan lebih mudah jika semuanya sudah terdata dengan cukup baik,” katanya.
Hanya saja dalam konteks tertentu pembatasan pembelian maksimal akan dibatasi oleh Pertamina nantinya.
“Saya yakin regulasi nantinya akan membatasi pembelian maksimal setiap kendaraan. Meskipun sejauh ini regulasinya tengah dibuat beriringan dengan tahapan uji coba. Yang saya kuatirkan adalah bagaimana nantinya pedagang eceran BBM dalam memenuhi penjualannya. Jika dilakukan pembatasan oleh aplikasi Pemerintah,” ungkapnya.
Ia menambahkan selain itu potensi pembatasan juga berpeluang merugikan sejumlah kendaraan yang memang mobilitasnya selalu bergerak setiap waktu. Belum lagi bagi nelayan yang jelas-jelas tidak mungkin membawa perahunya ke SPBU/SPBN sehingga mereka juga akan membeli BBM dengan menggunakan derigen.
“Ada lagi angkutan umum yang konsumsi bbmnya tinggi, para petani yang tidak mungkin membawa peralatan pertaniannya. Jadi kita berharap ada kebijakan yang mampu mengcover ini semua. Saya hanya berharap kebijakan yang sudah baik ini lantas tidak menimbulkan dampak serius atau justru memicu penambahan jumlah angka kemiskinan di tengah masyarakat kita,” tambahnya.
Sebagai contoh, kalau aplikasi My Pertamina ini tereliasasi, pedagang pengecer tidak bisa lagi bolak balik mengisi full tank kendaraannya, untuk dijual BBM nya. Karena data kendaraannya sudah terdaftar. Maka yang terjadi adalah banyak masyarakat yang hilang pendapatannya.
“Padahal penghasilan dari penjualan BBM eceran tersebut, bisa memberi penghasilan yang angkanya bisa lebih dari 500 ribu per bulan. Bisa lebih tinggi dari batas garis kemiskinan nasional yang ditetapkan bps 486 ribu per kapita per bulan,” katanya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post