Penulis: Iman Setia Harahap
(Tulisan ini untuk diperlombakan dalam rangka HUT Bhayangkara ke-76 di Polda Sumut)
MEDAN, Waspada.co.id – Polisi yang satu ini memiliki kepribadian dan karakter yang berbeda dengan polisi-polisi lainnya, dia adalah Wahyu Mulyana. Melalui ide dan pemikiran sosial yang tertanam di jiwanya. Polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) telah menyelamatkan dunia pendidikan anak kurang mampu dan mampu membendung air mata keluarga duka.
Bagaimanakah pengabdian yang dilakukan polisi yang akrab disapa ‘Polisi Sayur’ ini dalam melayani dan mengayomi masyarakat menjalankan kegiatan sosial, berikut kisahnya?
Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi dan tsunami mengguncang Kota Banda Aceh dan sekitarnya, telah menelan korban mencapai 227.898 jiwa. Peristiwa 18 tahun silam, menyimpan duka mendalam bagi polisi akrab disapa Wahyu. Sebab, kedua orang tua dan keempat adiknya meninggal dunia akibat bencana nasional tersebut.
Pada masa itu, Wahyu masih berpangkat Brigadir Dua (Bripda) baru setahun mengabdi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai ajudan Kapolres Banda Aceh. Peristiwa tsunami benar-benar menyimpan luka mendalam bagi dirinya, karena ia tak bisa melihat jasad terakhir keluarganya dan tidak dapat melaksanakan fardhu kifayah.
Untuk menghilangkan rasa trauma yang mendalam. Pada tanggal 5 Mei 2005, Wahyu memilih pindah tugas ke Polda Sumut. Selama tiga tahun bertugas di Sumut, rasa kerinduan akan kampung halaman terbenak di pikiran polisi kelahiran tanggal 6 Mei 1983 ini.
Pada tahun 2008, Wahyu pun memilih pulang ke Banda Aceh untuk mengirim doa untuk keluarganya yang hilang akibat bencana tsunami. Wahyu bertemu dengan Ustadz Syamsudin yang menjadi sosok teladan yang menjadi imam dalam melantunkan doa untuk kedua orang tua dan adiknya.
Di balik itu, Ustadz Syamsudin menyarankan Wahyu untuk memberikan sedekah seperangkat alat fardhu kifayah bagi keluarga kurang mampu. Wejangan itu dihaturkan sebagai tanda balas jasa Wahyu kepada kedua orang tua dan empat orang adiknya, karena tidak sempat melaksanakan fardhu kifayah.
Dari situlah, polisi yang bertugas di Bhabinkamtibmas di Polsek Medan Labuhan telah meniatkan dirinya untuk menyumbangkan fardhu kifayah kepada keluarga kurang mampu. Dengan menyisihkan sedikit gajinya, seperangkat alat fardhu kifayah dapat disumbangkannya kepada salah satu keluarga musibah di Lingkungan I, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, pada tahun 2014.
Kedatangannya dengan ikhlas dan sukarela pada masa itu, telah membendung rasa kesedihan dengan air mata yang bercucuran bagi keluarga yang tertimpa musibah. Ahli musibah merasa lega dengan kedatangan sosok polisi berjiwa sosial yang telah membantu fardhu kifayah untuk mengantarkan jenazah terakhir ke peristirahatan terakhir.
“Itulah pertama kali saya memberikan alat fardhu kifayah kepada orang susah. Syukur alhamdulillah, sebagai tanda jasa pembalasan kepada orang tua dan empat adik saya, sudah ada tujuh orang susah saya bantu alat fardhu kifayah,” cetus polisi berusia 39 tahun ini.
Discussion about this post