Polisi yatim piatu ini terus menjalankan amal ibadahnya melalui kegiatan sosial. Tanpa diduga, ia rutin setiap hari menjelang subuh dengan nama sedekah fajar sebelum 15 menit azan subuh dan sedekah maghrib 15 sebelum azan maghrib untuk memberikan sayur dan beras kepada kaum mustahak.
Di balik kesibukannya mengabdi di Polri dan berjualan sayur, Wahyu juga membantu pembangunan rumah ibadah. Uniknya, ia berjualan sayur di gereja dan masjid, yang dilakukannya setiap Hari Jumat untuk masjid dan Hari Minggu untuk gereja. Sayur yang dijual diambil secukupnya dan dibayar seikhlasnya. Biaya yang diperolehnya itu disumbangkan ke masjid dan gereja tersebut.
Tak hanya di situ. Dengan bisnis sayurnya, Wahyu menyisihkan keuntungan untuk membedah rumah warga kurang mampu. Ia telah membedah rumah warga kurang mampu yang di antaranya ibunya stroke dan anaknya lumpuh. Sungguh menginspirasi sejumlah pengabdian yang dilakukan Wahyu. Baginya, semua itu dilakukannya untuk mendapat ridha dari Allah SWT dari hasil usahanya berjualan sayur.
“Tak banyak yang aku perbuat kepada masyarakat, semua ini tak terlepas dari dukungan pimpinan dan orang sekeliling yang peduli. Tapi, Alhamdulillah. Amal baik ini hanya untuk mengantarkan doa kepada orang tua dan empat adik saya yang telah meninggal dunia akibat tsunami,” ucap Wahyu dengan mata berkaca-kaca.
Begitulah kisah yang terselimput dari Aipda Wahyu dalam pengabdiannya di masyarakat yang masih dilakukannya sampai saat ini. Sosok ‘Polisi Sayur’ telah menyelamatkan pendidikan anak kurang mampu dan membendung air mata keluarga duka, sejalan dengan visi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mewujudkan polisi yang ‘Presisi’ yang artinya prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Dengan tujuan memberikan pemelihara keamanan dan ketertiban, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan di tengah-tengah masyarakat. (*)
Discussion about this post