PANYABUNGAN, Waspada.co.id – Kesepakatan kerja sama pembangunan kebun sawit antara Koperasi Perkebunan Sawit Murni yang mewakili penduduk Desa Sinunukan VI dengan PT Sago Nauli diduga telah terjadi konspirasi.
Berawal sejak 8 Mei 2006 lalu, dana yang bersumber dari Bank Bukopin, diduga telah menjadi penyebab munculnya peristiwa-peristiwa yang melibatkan banyak pihak yang dapat disebut sebagai mafia tanah.
Di antaranya kesepakatan kelompok Tarman Tanjung dengan PT Sago Nauli, pada 14 Juni 2022. Diduga tanpa didukung legal standing yang jelas, Tarman Tanjung telah menyerahkan lahan seluas 221 hetare, milik masyarakat kepada PT Sago Nauli.
Aflan Qadafi Nasution, Ketua Kelompok Tani Pilar Batahan, yang dipercayakan oleh pemilik lahan yang merasa terzolimi mengatakan, jika ini adalah sebuah konspirasi mafia tanah yang didalangi PT Sago Nauli.
“Kita akan memperjuangkan masyarakat petani yang terzalimi dari sebuah konspirasi ini. Kenapa bisa pula Tarman Tanjung secara perorangan membuat kesepakatan dengan PT Sago Nauli yang merupakan perusahaan besar. Akibat kesepakatan itu, banyak hak masyarakat yang diambil,” katanya, di Panyabungan, kemarin.
“Sepertinya PT Sago Nauli ini sudah banyak merugikan pemerintah. Mereka berani membuka lahan seluas 221 hektare tanpa izin. Logika saja, berapa banyak pemasukan negara sejak 2006 hingga sekarang yang diambil mereka,” sambungnya.
Wakil Ketua kelompok tani tersebut, Masriadi memohon kepada Kapolda Sumatera Utara, untuk segera menindaklanjuti proses hukum dugaan tindak pidana pencurian buah sawit yang dilakukan oleh Tarman Tanjung yang berstatus tersangka sejak Januari 2021.
“Apa dasar hukum seorang Tarman Tanjung bisa menyatakan dan menyerahkan lahan inti untuk PT Sago Nauli. Tarman Tanjung tidak memiliki hak kepemilikan apa-apa terhadap lahan itu,” terang Masriadi.
Kronologis masalah ini pun diceritakan, mulai dari kesepakatan pembangunan kebun plasma antara Koperasi Perkebunan Sawit Murni dengan PT Sago Nauli, pada 8 Mei 2006, seluas 2202 Ha, yang pada kenyataannya melebihi luas Hak Penggunaan Lahan (HPL) Transmigrasi Desa/UPT Sinunukan VI yang hanya seluas 951 Ha, sesuai dengan surat Disnakertran Sumut Nomor: 1377/DTK-TR/2010, terkait penjelasan luas HPL Desa Sinunukan VI.
Untuk mencukupi kekurangan lahan itu, pihak Koperasi dan PT Sago Nauli sepakat mengambil lahan pertanian masyarakat Desa Pasar Baru Batahan, Desa Sari Kenanga Batahan, Desa Pandansari dan Desa Kubangan Tompek. Dengan komitmen kepada masyarakat pemilik lahan untuk mengikutsertakan mereka berkebun plasma.
Tanpa mengantongi surat Izin, berbekal kesepakatan, Koperasi Sawit Murni yang diketuai Tarman Tanjung dengan PT Sago Nauli, sebagai bapak angkat membuat pengajuan kredit pinjaman ke Bank Bukopin. Pada 2006 lahan seluas 2210 Ha mulai dibangun untuk dijadikan perkebunan plasma dengan kesepakatan 10% dari 2210 Ha untuk kebun inti bapak angkat.
Pada 2010, PT Sago Nauli disinyalir membuat prakarsa sehingga Tarman Tanjung lengser dari kepengurusan koperasi dan kemudian terpilih pengurus baru, Abdul Rasyad Harahap sebagai ketua.
Selanjutnya kebun plasma seluas 2210 Ha, dilebur menjadi dua koperasi. Seluas 600 Ha di bawah naungan Koperasi Sawit Murni, seluas 1.200 Ha di bawah naungan Koperasi Telaga Tujuh. Dan sisanya lebih kurang 410 Ha, dikuasai oleh PT Sago Nauli, yang seharusnya adalah lahan plasma masyarakat.
Akhir 2018, Tarman Tanjung yang didukung sebagian kecil petani plasma yang sudah bersertifikat menguasai lahan seluas lebih kurang 410 Ha yang diklaim PT Sago Nauli sebagai lahan inti dan seiring berjalannya waktu sejak 2019 hingga sekarang Tarman Tanjung menguasai secara sepihak dan tidak menghiraukan atau membagikan hasil kebun kelapa sawit tersebut kepada sebagian besar pemiliknya.
Kemudian Tarman Tanjung tanpa musyawarah menyerahkan lahan kepada PT Sago Nauli, seluas 221 Ha. Ironisnya meski telah diserahkan, Tarman Tanjung kembali menguasai dan memanen Tandan Buah Segar (TBS) di lahan tersebut. (wol/wang/d2)
editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post