MEDAN, Waspada.co.id – Kekhawatiran resesi ekonomi global khususnya di negara besar belakangan ini telah memicu kekuatiran adanya perlambatan kinerja ekonomi ke depan.
Kekhawatiran tersebut telah memicu ekspektasi kemungkinan konsumsi BBM yang lebih rendah, sehingga harga minyak mentah dunia belakangan ini mengalami penurunan.
Harga minyak mentah dunia turun di kisaran $86 per barel dari posisi sebelumnya dikisaran $100-an per barel. Sementara itu, belakangan ini harga CPO juga mengalami penurunan harga yang cukup tajam. Resesi mengindikasikan adanya ancaman penurunan konsumsi minyak sawit global yang turut menekan harga CPO nantinya.
Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin menuturkan kebijakan China yang memberlakukan zero covid dan menerapkan kebijakan lockdown sejumlah wilayahnya turut menekan konsumsi CPO. Saat ini harga CPO ditransaksikan dikisaran 3.898 ringgit per ton. Atau mengalami penurunan dari kisaran harga 4.100 ringgit per ton di akhir agustus 2022.
“Hanya saja saat ini, ancaman resesi kian terlihat seiring dengan laju tekanan inflasi di banyak negara yang terus mengalami kenaikan. Bahkan sejumlah begara besar secara teknikal dinilai sudah masuk dalam jurang resesi dan inflasi yang tinggi,” tuturnya, Rabu (14/9).
Sejauh ini memang negara tujuan ekspor CPO Indonesia ada di beberapa negara besar seperti China, dan India belum terjerumus dalam jurang resesi. Akan tetapi sejumlah negara lain seperti AS dan Eropa ini inflasinya sangat tinggi, dan pertumbuhan ekonominya terus mengalami tekanan.
“Dan di luar itu masih banyak negara yang berpeluang untuk terjebak dalam resesi yang bisa saja resesi ini meluas ke Negara lainnya. Kita perlu mengkhawatirkan bagaimana nasib petani sawit, maupun laju pertumbuhan ekonomi Sumut ke depan. Dimana harga CPO dunia yang belakangan ini mengalami penurunan, berpeluang berlanjut jika nantinya dunia dilanda resesi yang berkepanjangan,” jelasnya.
Dengan penurunan harga CPO memang produk turunan dari minyak kelapa sawit bisa saja mengalami penurunan harga. Katakanlah minyak goreng, margarine, sabun serta sejumlah produk lainnya.
“Akan tetapi bagaimana Sumut harus berhadapan dengan ancaman resesi tersebut nantinya. Mengingat ancaman resesi ini akan menekan harga sawit di semua level termasuk petani,” jelasnya.
Masih terlalu dini memang jika disimpulkan bahwa harga CPO akan turun dan bisa bertahan rendah nantinya. Tetapi yang perlu diwaspadai adalah ancaman melambatnya pertumbuhan ekonomi global bisa menekan harga sawit.
Program intensifikasi penggunaan bio diesel bisa dilakukan, atau mendorong konsumsi CPO domestik juga bisa dilakukan. Tetapi rentang waktu terjadinya resesi ini bisa terjadi di tahun depan.
“Butuh upaya lain untuk dijadikan bumper seperti belanja pemerintah yang bisa digenjot, menggantikan penurunan kinerja ekonomi akibat harga sawit anjlok. Kita harus bersiap dengan kemungkinan skenario terburuk yang mungkin akan kita hadapi ditengah ancaman resesi saat ini,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post