MEDAN, Waspada.co.id – Selain mendorong mengoptimalkan penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) demi menjaga kestabilan harga komoditas pangan, pemerintah juga diminta melakukan penguatan Satgas Pangan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari penimbunan bahan pokok pasca kenaikan harga BBM dan juga mendorong penguatan peran BUMD untuk menyerap hasil produksi saat produksi melimpah sehingga harga tidak jatuh dan menyalurkan hasil produksi saat pasarkekurangan pasokan.
“Sedangkan untuk pola konsumsi masyarakat, kami sedang mencari cara bagaimana agar pola konsumsi dibuat lebih fleksibel. Di mana masyarakat dorong untuk menggunakan produk olahan saat produk segar lagi terbatas,” tutur Deputi Kepala BI Sumut, Ibrahim, Jumat (9/9).
Untuk jangka menengah dan panjang dari sisi produksi maka petani didorong untuk meningkatkan produktivitas komoditas pangan strategis melalui adopsi teknologi digital farming.
“Selain itu, pemerintah juga didorong untuk menyalurkan bantuan berupa saprodi, alsintan, perbaikan infrastruktur pertanian, program penyuluh pertanian, pelatihan kepada petani, serta penguatan produksi bibit unggul,” jelasnya.
Termasuk penyusunan neraca pangan daerah untuk mengetahui perkembangan surplus defisit komoditas pangan strategis, dan optimalisasi peran BUMDes sebagai offtaker produk dari petani.
Sementara dari sisi distribusi, pemerintah daerah didorong untuk melaksanakan pasar lelang konvensional maupun digital di daerah sentra produksi, membangun atau menyediakan sarana penyimpanan seperti, Cold Storage dan Controlled Atmosphere Storage.
Kemudian membangun model bisnis Closed Loop (model kemitraan agribisnis hulu-hilir dalam ekosistem yang berbasis digital) hortikultura untuk memperpendek jalur rantai pasok.
“Sedangkan dari sisi konsumsi, kami mendorong agar dilakukan pengembangan industri cabai dan bawang olahan sebagai produk tahan lama dengan harga yang lebih stabil,” katanya.
Sejauh ini tambahnya, Indonesia termasuk Sumut masih dalam fase bertumbuh meski inflasi tahun berjalan sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan di kisaran 3%. “Ini yang membedakan dari negara lain yang berada di tahap stagflasi dan bahkan menjurus ke resesi,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post