MEDAN, Waspada.co.id – Bank Sentral AS pada Kamis (22/9) ini telah menaikkan besaran bunga acuannya sebanyak 75 basis poin. Sementara Bank Indonesia juga telah menaikkan besaran bunga acuannya sebanyak 50 basis poin.
Langkah menaikkan besaran bunga acuan terpaksa diambil untuk meredam laju tekanan inflasi yang belakangan ini mengalami kenaikan cukup tajam. Sementara kenaikan bunga acuan di sisi lainnya akan menekan pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin menuturkan bahwa Gubernur Bank Sentral AS seakan tidak mau menanggapi bagaimana resesi yang akan terjadi di AS saat suku bunga The FED Fund Rate dinaikkan.
“Namun saya menterjemahkan bahwa sikap seperti itu menunjukan kepada kita resesi di AS sudah tidak dapat dihindarkan. Ditambah lagi sejumlah negara Eropa juga tengah mengalami tekanan ekonomi luar biasa, seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tinggi, serta ancaman kedinginan karena pasokan gas dari Rusia dihentikan,” tuturnya, Kamis (22/9).
Pada dasarnya ekonomi global tengah bergejolak, dengan potensi lebih suram jika seandainya perang masih terus berkecamuk nantinya. Tentu tidak bisa menghindar dari gejolak ekonomi tersebut.
Faktanya bunga perbankan yang naik jelas akan memberikan tekanan pada dunia usaha, karena biaya modal mengalami kenaikan, yang membuat ekspansi perusahaan melambat sehingga kurang bisa diharapkan dalam menyerap angkatan tenaga kerja.
“Nah apa artinya resesi global bagi perekonomian sumatera utara? dan apa dampak dari kebijakan suku bunga tinggi yang terjadi belakangan ini terhadap ekonomi Sumut? Selama bulan September ini, harga CPO dunia mengalami tekanan cukup signifikan. Harga CPO saat ini berada dikisaran 3.840 ringgit per ton. Padahal di bulan mei 2022 harga CPO sempat menyentuh 7 ribuan ringgit per tonnya. Harga CPO sudah terpangkas hampir 50% sejauh ini,” katanya.
Lalu yang menjadi pemicu penurunannya adalah ancaman resesi di sejumah negara tujuan ekspor CPO Sumut seperti AS dan Eropa. Ditambah lagi melambatnya pertumbuhan ekonomi di Cina. Data menunjukan selama bulan Mei saat kebijakan DMO minyak kelapa sawit diterapkan, pertumbuhan ekonoi Sumut di kuartal kedua terpangkas hingga ke 4.3%.
“Ada penurunan kinerja ekspor mencapai 50% di bulan Mei, dan saat ini harga CPO yang terpangkas 50% dibandingkan dengan harga tertinggi di bulan Mei. Jadi ancaman resesi global tengah menghantui ekonomi Sumut sejauh ini. Di sisi lain, suku bunga acuan juga sudah dinaikkan, ini membuat dunia usaha dimanapun khususnya di Sumut akan terbebani dengan biaya modal yang kian tinggi,” ungkapnya.
“Kita berharap banyak pada pemerintah pusat maupun daerah untuk terus berupaya agar semua proyek yang mengandalkan APBN dan APBD bisa diserap secepat mungkin. Rancangan pembangunan ke depan harus berorientasi pada menjaga ketahanan pangan dibandingkan infrastruktur, dan harus ada alokasi kebijakan bantalan sosial yang lebih besar untuk menjaga daya beli masyarakat,” tandasnya. (wol/eko/d2)
Discussion about this post