MEDAN, Waspada.co.id – Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) di Kota Medan memperkenalkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kelapa sawit atau dikenal dengan Bensin Sawit dalam ajang Indonesia Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS-Forum), di Convention Hotel Santika Dyandra Medan yang berlangsung 20-21 Oktober 2022.
Dengan kadar RON 110, bensin sawit ini merupakan hasil penelitian Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) Institut Teknologi Bandung yang dibiayai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan PT Kemurgi Indonesia.
Besin Sawit ini sendiri telah digunakan pada kendaraan sepedamotor KTM 390 CC Adventure dengan menempuh jarak 2.000 KM dari Bogor-Medan dengan membawa 20 liter Bensin Sawit yang kemudian dicampur 20% dengan Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertalite. Tujuannya untuk mengetahui apakah dengan dicampur merusak atau tidak motor yang digunakan.
Salah Satu Tim Riset ITB dan PT Kemurgi Indonesia, Muhammad Ferian di Medan menuturkan alhamdulillah dengan menempuh 2.000 km, penggunaan BBM nya juga sangat hemat atau per liter bisa untuk menempuh jarak 33 km.
“Dan selama dalam perjalanan tidak ada mengalami kendala apapun, di mana bensin Sawit ini, bisa digunakan 100% tanpa harus dicampur dengan BBM lain. “Kalau dicampur saja dengan bensin lain tidak mengalami masalah, apalagi kalau murni tanpa dicampur sudah pasti bisa. Karena ini memang bensin berbahan baku dari sawit dan secara kimia memang sama seperti bensin yang apa adanya itu,” katanya.
Kehadiran Bensin Sawit ini bukan sekadar untuk diperkenalkan, namun juga untuk menepis isu yang menyebutkan produk sawit merusak lingkungan.
“Bensin Sawit ini sama persis dengan bensin yang dipakai selama ini. Namanya kan Bensin Sawit, mengenalkan bensinnya itu gampang, namun yang sulit itu mengenalkan sawitnya. Sawit ini kan sering dituduh ‘merusak’ misalnya tanah nya rusak. PR-nya adalah menjelaskan bahwa sawit kalau diolah dengan cara dan teknologi yang benar maka memberikan manfaat,” jelasnya.
Sementara itu, Prof. DR. Subagjo, peneliti dari ITB yang mengembangkan Bensin Sawit ini mengatakan, Bensin Sawit ini telah diproduksi sebanyak 1.000 liter dan diharapkan bisa dikembangkan lagi ke depan, karena Indonesia memiliki perkebunan sawit yang cukup luas.
“Awalnya kami berhasil memproduksi 250 ml per jam, kemudian 10 liter per hari, dan sekarang sudah memproduksi sebanyak 1.000 liter. Memang kalau mengembangkan untuk skala besar, ini masih menemui beberapa kendala, seperti untuk pengoperasian sehari-hari membutuhkan dana yang cukup besar. Insya Allah mudah-mudahan keinginan saya pada 2024 ini bisa dikembangkan lebih besar lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah melakukan penandatangan kerjasama penelitian dengan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) Institut Teknologi Bandung, terkait dengan pelaksanaan penelitian Inovasi Lanjut Katalis & Teknologi Bensin Sawit dan Pengembangan Teknologi Produksi Percontohan Industrial Vegetable Oil (IVO) dan Minyak Makan Sehat dari Kelapa Sawit.
Seremoni penandatangan perjanjian dilakukan bersamaan dengan penandatangan 46 perjanjian kerjasama penelitian dengan 24 lembaga penelitian dan pengembangan serta Lembaga Pendidikan oleh Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman pada 21 September 2022 di Bogor.
Lingkup kerjasama penelitian yang akan dilakukan antara BPDPKS dengan LPIK ITB antara lain: Optimasi teknologi produksi bensin sawit (Bensa) dan penggunaan ragam umpan yang lebih fleksibel untuk mendapatkan bensa dengan harga yang lebih kompetitif; Pengembangan teknologi percontohan Industria Vegetable Oil (IVO) dan minyak makan sehat kapasitas 5 ton TBS/jam, Evaluasi Keekonomian dan Model Bisnis Produk Pangan Bernutrisi Tinggi, Pengujian karakteristik dan organoleptik Minyak Makan Sehat.
“Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan selama waktu 18 bulan yang dilakukan melalui konsorsium peneliti dari LPIK ITB, PT. Kemurgi Indonesia, dan Seafast IPB. Urgensi dari penelitian ini adalah untuk hilirisasi hasil kebun sawit rakyat untuk pemenuhan ketahanan pangan dan energi melalui sinergi dan penerapan konsep ekonomi sirkular produksi minyak sawit premium, minyak makan dan bensin sawit pada skala teknologi yang dapat diterapkan pada kebun sawit rakyat,” katanya.
Teknologi yang akan dikengembangkan adalah teknologi proses produksi pengolahan TBS di kebun sawit rakyat dapat berjalan pada skala ekonomis yang membutuhkan investasi lebih murah sehingga memungkinkan petani untuk memilikinya melalui koperasi.
“Minyak makan sehat yang dimaksud adalah minyak makan yang memenuhi standar internasional terkait kandungan 3MCPD (3-monochloropropane diol) dan tinggi kandungan beta karoten,” ungkap Subagjo.
Mengingat penelitian ini ditujukan untuk implementasi langsung pada kegiatan perkebunan kelapa sawit rakyat, kegiatan ini juga melibatkan petani sawit yang melakukan kemitraan hilirisasi kebun sawit rakyat dengan perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumatera Utara.
“Output dari hasil penelitian ini juga akan menghasilkan model kelembagaan yang direkomendasikan untuk melaksanakan operational pengolahan minyak sawit skala kecil menjadi dua produk utama yaitu minyak makan sehat dan produk bensin nabati biohidrokarbon,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post