MEDAN, Waspada.co.id – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) hentikan penuntutan tiga perkara dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Kasi Penkum Yos A Tarigan, menjelaskan perkara yang ajukan untuk dihentikan penuntutannya adalah perkara dari Kejari Tebingtinggi dengan tersangka Dika Arrozak Alias Dika (20) warga Tebing Tinggi dengan korbannya Nia Fatmasari (29).
“Tersangka Dika melakukan penggelapan HP dengan alasan awal pinjam dan dalih pinjam uang. Karena Nia yang juga atasannya di tempat kerja mempercayakan Dika untuk mengambil uang sendiri dari ATM yang dipinjamkan. Ternyata, uang dari ATM tersebut dikuras dan HP yang dipinjam tak kunjung dikembalikan,” kata Yos saat dikonfirmasi Waspada Online, Senin (6/2).
Atas perbuatan tersangka, lanjut Yos A Tarigan, korban membuat laporan dan tersangka Dika melanggar Pasal 372 atau Pasal 378 KUHPidana yang melakukan penggelapan dan menguras uang korban dari ATM.
“Antara tersangka dan korban akhirnya berdamai dan bersepakat untuk tidak melanjutkan perkaranya. Korban merasa prihatin dengan tersangka yang masih muda dan perlu pembinaan agar tidak mengulangi perbuatannya,” katanya.
Sementara perkara kedua dan ketiga berasal dari Kejari Langkat. Tersangka pertama adalah Sandi Andika Alias Aseng (33) warga Kecamatan Selesai Langkat dan Kisar Barus (46) warga Kecamatan Kuala.
“Dua tersangka dalam berkas perkara terpisah melakukan pencurian kelapa sawit milik PT. LNK dan melanggar Pasal 111 UU nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 107 huruf d UU nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan,” jelas Yos.
Setelah dilakukan mediasi, kata mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini, pihak perkebunan yang diwakili Sastra, memaafkan perbuatan tersangka dan dua tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Alasan dilakukannya penghentian penuntutan terhadap tiga perkara ini, karena antara pelaku dan korban sudah saling memaafkan. Dan, korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik, tokoh masyarakat dan keluarga. Tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Penghentian penuntutan dengan penerapan restorative justice ini, kata Yos A Tarigan juga berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
“Pelaksanaan RJ ini juga bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan menciptakan harmoni di tengah-tengah masyarakat, dimana antara tersangka dan korban sama-sama memperoleh rasa keadilan dan tidak ada dendam setelah saling memaafkan,” tegasnya.(wol/ryan/d1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post