MEDAN, Waspada.co.id – Pedagang pakaian bekas impor di Pajak (Pasar) USU (Pajus) Kota Medan mengeluhkan aturan pemerintah yang melarang impor pakaian bekas atau yang sering di sebut thrifting. Sebab mereka khawatir akan kehilangan pekerjaan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan larangan penjualan pakaian bekas impor di Indonesia. Jokowi menyebut bisnis tersebut akan mengganggu industri di Tanah Air. Presiden juga telah memerintahkan jajarannya untuk segera menindak tegas pelaku bisnis ilegal tersebut. Peraturan larangan jual beli pakaian bekas telah diatur di Permendag Nomor 40 Tahun 2022.
Menanggapi larangan itu, Lani, pedagang baju bekas impor di Kota Medan, mengaku sangat keberatan atas larangan penjualan pakaian bekas karena penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya didapat dari berjualan pakaian bekas.
Curhat Pedagang Pakaian Bekas
Pemerintah mulai melarang bisnis pakaian bekas impor atau dikenal dengan sebutan monza, karena dianggap mengganggu pertumbuhan produk lokal dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Pelarangan ini tentunya menjadi ancaman bagi pedagang baju bekas atau monza di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Di Medan sendiri, pasar monza dapat ditemui di beberapa pasar, seperti Pasar (Pajak) Melati, Pasar USU (Pajus), Pasar Sukaramai, Pasar Simalingkar, Pasar Sambu dan Pasar Martubung.
Seorang pedagang di Pasar Melati, Beru Ginting mengaku kecewa dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang impor pakaian bekas. Ia menagatan, sudah hampir puluhan tahun menggeluti usaha jualan baju bekas atau monza.
Pemotongan Upah Buruh 25 Persen Tak Manusiawi
Keputusan pemerintah yang mengizinkan pengusaha berorientasi ekspor memangkas upah buruh atau pekerja maksimal 25 persen menuai protes berbagai eleman buruh di Indonesia.
Ketua Federasi Sirikat Pekerja Transportasi Nusantara (FSPTN) Sumut, Sahat Simatupang, menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang penyesuaian waktu kerja dan pengupahan pada perusahaan industri padat karya berdampak pada pemotongan gaji buruh pada perusahaan ekspor hingga 25 persen dinilai sangat tidak manusiawi.
“Apa dasar perhitungan Kemenaker sehingga berani mengeluarkan peraturan Menaker pemotongan gaji hingga 25 persen berlaku 6 bulan. Bukankah 6 bulan itu waktu yang sangat lama. Apalagi buruh akan memasuki Idul Fitri dan anak-anak akan memasuki tahun ajaran baru sekolah dan tahun ajaran baru perkuliahan yang memerlukan biaya besar,” katanya, Sabtu (18/3).
(wol/lvz/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post