JAKARTA, Waspada.co.id – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku telah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjelaskan transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada DPR.
Mahfud sendiri dijadwalkan akan hadir di gedung parlemen pada Rabu (29/3/2023) mendatang untuk memberi penjelasan mengenai transaksi tersebut. Ia mengaku tidak akan menutup-nutupi apa pun.
“Ada beberapa hal menyangkut soal temuan PPATK mengenai dugaan pencucian uang di Kemenkeu, Presiden meminta saya hadir menjelaskan ke DPR dengan sejelas-jelasnya dan memberi pengertian tentang apa itu pencucian uang,” kata Mahfud usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3).
“Karena presiden kita menghendaki keterbukaan informasi, sejauh sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” lanjutnya.
Sebelumnya, pernyataan Mahfud mengenai temuan PPATK soal dugaan skandal pencucian uang Rp349 triliun di Kemenkeu menjadi sorotan berbagai pihak.
Mahfud pun siap datang bersama para pejabat eselon I dan anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menjelaskan skandal pencucian uang.
“Jadi ketuanya saya (Ketua Komnas Pencegahan TPPU), anggotanya ada beberapa menteri dan lembaga. Kita cukup ditemani oleh eselon satunya, itu saja saya siap datang hari Rabu,” kata Mahfud.
Sementara dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR hari ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan telah menerima 300 surat tentang transaksi keuangan yang nilai keseluruhan mencapai Rp349 triliun.
Surat-surat yang tidak berkaitan dengan aktivitas transaksi keuangan pegawai Kemenkeu itu dilampirkan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana kepada Menkeu.
Sri Mulyani menjelaskan transaksi mencurigakan yang keseluruhannya mencapai Rp349 triliun itu dilampirkan dalam surat Kepala PPATK nomor SR/3160/AT.01.01/III/2023.
Ia menerima surat setebal 43 halaman itu pada Senin (13/3/2023).
“Di situ ada angka 349 triliun dari 300 surat yang ada di dalam lampiran surat tersebut,” ujar Sri Mulyani.
Dari surat yang dilampirkan itu, seratus surat merupakan surat PPATK kepada pihak lain atau aparat penegak hukum (APH) pada periode 2009-2023. Nilai transaksi di dalam 100 surat itu mencapai Rp74 triliun.
Nilai transaksi sebesar Rp253 triliun yang tertulis di dalam 65 surat terlampir merupakan data transaksi debit-kredit yang tidak berkaitan dengan pegawai Kementerian Keuangan.
“Nah, Rp253 triliun yang ditulis di dalam 65 surat itu adalah data dari transaksi debit-kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu,” jelas dia.
“Ini ada hubungannya dengan fungsi pajak dan bea cukai.”
Sri Mulyani menekankan, nilai Rp253 triliun adalah transaksi korporasi, dan Rp74 triliun merupakan nilai yang tertuang dalam 100 surat PPATK ke APH lain.
“Sehingga yang benar-benar berkaitan dengan kami ada 135 surat, nilainya 22 triliun,” kata dia.
Kata dia, sebanyak Rp18,7 triliun dari Rp22 triliun itu pun menyangkut transaksi korporasi yang tak berhubungan dengan pegawai Kemenkeu.
“Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp3,3 triliun ini dari 2009 hingga 2023,” kata dia menegaskan. (wol/kompastv/ryan/d2)
Discussion about this post