PANGURURAN, Waspada.co.id – Polisi saat ini sedang fokus mengusut kasus kematian Bripka Arfan Saragih (AS). Harapannya, pengungkapan kasus itu tidak menghambat pengusutan penggelapan pajak di UPT Samsat Pangururan.
Demikian diharapkan sejumlah korban penggelapan pajak Prima Sinaga, Phamog Simbolon dan Adams Sihotang, kepada wartawan di Pangururan, Minggu (26/03).
Prima Sinaga mengatakan, penggelapan pajak itu bermula saat dirinya mengurus mutasi BBN kendaraanya ke UPT Samsat Pangururan Samosir pada juli 2022 lalu, bertemu langsung dengan almarhum Bripka Arfan Saragih.
“Sebagaimana yang kita ketahui Bripka Arfan Saragih merupakan petugas yang ditempatkan di UPT Samsat Pangururan,” ujar Prima.

Dirinya mengurus mutasi BBN kendaraan langsung dengan Bripka Arfan Saragih. Ternyata, almarhum menyatakan ada kendala dokumen di Dinas Perhubungan Sumatera Utara.
Dirinya sempat meminta kembali berkas yang sudah diterima almarhum. Namun, almarhum tidak juga memberikan, justru menawarkan surat jalan atas kendaraan, agar dapat tetap beroperasi.
Tanpa diduga, pada satu waktu kendaraan tersebut ditindak oleh Dinas Perhubungan di Tarutung, dan saat itu sopir mengadu ke toke. “Saya hubungi Arfan, soal surat jalan itu dan Arfan menelpon ke Tarutung, akhirnya bisa jalan lagi,” kata Prima.
Prima akhirnya mengetahui bahwa surat jalan yang dikeluarkan pada Agustus 2022 dengan biaya Rp150 ribu tersebut pun ternyata palsu. “Almarhum selalu bilang sabar, hingga dirinya ditemukan meninggal dunia, berkas itu tak kembali,” jelasnya.
Ia menyayangkan situasi saat ini, di mana publik malah justru fokus hanya kepada isu kematian, dan mengabaikan nasib mereka. “Kami ratusan korban terabaikan. Padahal kami korban juga atas penggelapan pajak,” ucapnya bernada kesal.
Secara pribadi atas nama perusahaan mewakili direksi, Prima mengaku mengalami kerugian hingga Rp40 juta. “Itu untuk 10 berkas, yang dikalikan Rp4 juta. Kami berharap kasus penggelapan pajak ini segera diusut, jangan ada pengalihan isu lain,” ungkap Prima.
Sama halnya dengan Phamog Simbolon. Pria berusia 48 tahun ini juga dirugikan kurang lebih Rp60 juta dan merasa kesal, karena dirinya tak pernah telat dalam pembayaran pajak.
“Setelah kami cek di aplikasi ternyata yang terjadi tunggakan. Ada yang mati 6 tahun, ada yang 4 tahun dan ada yang mati 2 tahun pajaknya,” terang Phamog.
“Kami berharap harus beriringan ini, jangan diisukan pembunuhan terjadi, tapi kasus penggelapan uang wajib pajak justru menjadi terabaikan,” tegasnya.
Begitu juga Adams Sihotang. Ia berharap pihak Dispenda dapat mengganti segala kerugian yang mereka alami. Dirinya juga kesal, karena Samsat malah membebankan peggelapan itu kepada mereka para korban.
Ia berharap, Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman maupun tim Polda Sumut tidak terganggu dalam membongkar kasus penggelapan pajak dengan adanya opini pembunuhan.
“Pengalihan isu ke arah pembunuhan yang dibentuk keluarga korban, membuat kasus penggelapan pajak terlupakan dan kami terabaikan,” kata Adams.
Dalam hal ini, Adams mendukung penuh Kapolda Sumut Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak dan Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman dalam mengungkap kasus penggelapan uang wajib pajak yang dilakukan Almarhum Bripka AS cs. “Harus diusut sampai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)-nya,” pungkasnya. (wol/ward/d2)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post