MEDAN, Waspada.co.id – Kebijakan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, mengganti Ketua Karang Taruna Sumut dengan menerbitkan SK Nomor 188.44/969/KPTS/2022 Tertanggal 30 November 2022 dan mencabut SK Nomor 188.44/134/KPTS/2019 Tertanggal 18 Maret 2019, tidak melanggar peraturan perundang undangan yang berlaku.
“Seorang Gubernur selaku Pembina Umum Karang Taruna di tingkat provinsi berhak mengganti Pengurus Karang Taruna Sumut jika hasil evaluasi dan pengawasan ternyata pengurus tidak melaksanakan tupoksi sesuai Permensos RI Nomor 25 tahun 2019, yakni aktif dalam pembinaan, pencegahan dan penanggulangan permasalahan sosial sesuai Pasal 42 ayat i dan k serta Pasal 6 ayat b,” kata Syaiful Syafri, Selasa (18/4).
Menurut pendiri Karang Taruna Desa dan Kelurahan di Sumut era 1990 an sejak diangkat Menteri Sosial RI sebagai Kasi Karang Taruna itu menyebutkan karang taruna dibentuk atas kesadaran dan tanggung jawab sosial generasi muda untuk menangani permasalahan sosial anak, remaja dan pemuda agar terwujud kesejahteraan sosial.
“Seorang pengurus Karang Taruna provinsi harus menjadi pengurus karang taruna desa/ kelurahan dan sifatnya tempat konsultasi serta koordinasi bila permasalahan sosial anak, remaja, pemuda terjadi di desa atau kelurahan yang memerlukan bantuan dari pemerintah provinsi (gubernur) sesuai Pasal 19 ayat 2,” tuturnya.tegas Mantan Kadis Sosial Sumut di Era 2010 ini.
Syaiful mencontohkan jika ada karang taruna sesuai data yang dimiliki memerlukan bantuan pemerintah provinsi (gubernur) untuk menangani permasalahan sosial anak, remaja dan pemuda seperti putus sekolah, disabilitas, korban narkoba, pengangguran, dll, di sini peranan pengurus karang taruna provinsi sebagai penghubung ke pembina fungsional (Dinas Sosial) untuk diajukan kepada gubernur bila diperlukan sebuah kebijakan.
Contoh lain, jika ada karang taruna desa mengembangkan UMKM yang maju dan berkembang sehingga mampu mengatasi pengangguran di desa, maka ketika butuh tangan gubernur untuk mempromosikan UMKM itu lebih luas, maka pengurus karang taruna provinsi lah yang mempertemukan pengelola UMKM itu dengan gubernur.
“Karenanya jika hasil evaluasi dan pengawasan telah dilakukan seorang gubernur terhadap pengurus karang taruna provinsi karena tupoksi tidak berjalan dengan baik, maka gubernur boleh mengganti pengurus karang taruna provinsi atas kewenangannya sebagai pembina umum untuk menerbitkan SK pengurus karang taruna provinsi dan melantiknya, sesuai Pasal 20 ayat 5 dari Permensos nomor 25 tahun 2019,” bebernya.
“Jadi yang disampaikan Ketua Karang Taruna Nasional tentang Gubernur Sumut Edy Rahmayadi melanggar konstitusi atas pergantian pengurus Karang Taruna Sumut tidak benar. Apalagi dikatakannya yang berhak mengevaluasi dan mengesahkan pengurus karang taruna provinsi adalah Karang Taruna Nasional, apa dasar nya, inikan mengada ada namanya dan tidak memahami Permensos nomor 25 tahun 2019,” terang Kadis Sosial Sumut 2010 itu menanggapi simpang siurnya berita di media tentang gugatan yang dilakukan seorang pengurus karang taruna melalui Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) Medan dengan Nomor Register PTUN. MDN-012023 VUB.
Syaiful menuturkan, sejak berdirinya Karang Taruna di Indonesia 26 September 1960 pemerintah yang membina serta tidak ada batasan antara karang taruna, dengan pengurus karang taruna kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Terkecuali sebatas konsultasi atau koordinasi sesuai dasar hukum berdirinya karang taruna, seperti Kepmensos 11 tahun 1988, Permensos 77 tahun 2010, termasuk Permensos 25 tahun 2019 yang dipakai sekarang.
“Saya sudah beritahu sama tokoh tokoh pendiri Karang Taruna Sumut pada Era 90 an hingga 2010 an, seperti Nasir Harahap, DR. Purwanto, Totok Hadi Purnawan, SE, Zul Tofik dan Cut Maya agar mengingatkan adik-adik yang masih mengurusi karang taruna untuk memahami tupoksi. Bahwa pengurus karang taruna itu pelayanan, pembinaan, pemberdayaan dan rehabilitasi terhadap permasalahan kesejahteraan di desa/kelurahan,” pungkasnya.(wol/lvz/d2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post