Oleh
Dr. Mhd Nur Husein Daulay, M.H.I
Waspada.co.id – Kesadaran toleransi beragama, khususnya bagi generasi muda Z, dapat diidentifikasi dengan dibangunnya pengetahuan yang dibangun di atas toleransi dan juga penerapan nilai-nilai toleransi yang dijunjung tinggi ketika berinteraksi satu sama lain untuk saling menghormati antar umat beragama sebagai bentuk kesadaran toleransi beragama bagi generasi muda Z di Indonesia.
Moderasi dalam kerukunan beragama haruslah dilakukan, karena dengan demikian akan terciptalah kerukunan umat antar agama atau keyakinan. Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam, dibutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama, menghormati keragaman, serta tidak terjebak pada intoleransi, ekstremisme dan radikalisme.
Kesadaran toleransi beragama bagi generasi muda Z di Indonesia juga harus selaras dengan penerapan nilai-nilai prioritas dalam berinteraksi dengan sesama dengan harapan mampu menciptakan dinamika keragaman agama yang harmonis dan penerapan prinsip dalam berinteraksi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap keyakinan orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu, toleransi dalam penyelenggara pemilu melalui moderasi beragama dapat dilakukan dengan melakukan 3 (tiga) hal, yaitu: Pertama; Saling menghormati.
Sikap saling menghormati harus dilakukan dengan memberikan rasa hormat terhadap sikap politik dan pilihan orang dalam kepemiluan. Menghormati pilihan politik pribadinya masing-masing. Etika dalam berpolitik yaitu saling menghormati dan tidak menjelek-jelekkan satu sama lain hanya karena perbedaan pilihan. Penghormatan juga bersikap biasa dalam dukung mendukung. Tidak ekstrem dan berlebihan.
Tidak menganggap urusan dukungan politik adalah segala-galanya dan perkara hidup mati bagi seseorang. Jika tidak mendukung, maka dia adalah musuh yang wajib diperangi. Etika Politik yang paling tinggi adalah ketika seseorang mampu memberikan penghormatan pilihan terhadap orang lain yang tidak sependapat dengannya.
Kedua; Jujur.
Isu yang didengar dalam penyelenggaraan pemilu diantaranya adalah kurang transparan, kurang jujur dan tidak terbuka. Peristiwa pemilu mutakhir membuktikan, keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilu berakibat langsung pada hasil dan dugaan pelanggaraan yang mempengaruhi kepercayaan.
Ketidakjujuran selaras dengan ketertutupan informasi. Padahal keterbukaan penyelenggaraan mutlak dilakukan untuk mewujudkan integritas penyelenggaraan pemilu ke depan. Pemilu yang jujur adalah pemilu yang menyajikan apa adanya. Informasi yang ada tidak perlu ditutup-tutupi, apalagi dibuat-buat. Sikap jujur dalam pemberian informasi merupakan tantangan di era teknologi saat ini.
Misinformasi, disinformasi, dan malinformasi menjadi sebab maraknya hoaks di masyarakat. Padahal diera teknologi ini seharusnya data dapat peroleh dengan mudah dan jelas. Namun nyatanya masih terdapat Sebagian orang yang tidak bertanggung jawab melakukan ketidak jujuran dalam memberikan informasi.
Ketiga; Tanggung Jawab.
Amanah dalam pemilu adalah bertanggung jawab terhadap pilihan politik sekaligus menjalankan pemerintahan secara akuntabel.
Menjaga amanah dimulai dari penyelenggara Pemilu, baik di KPU dan Bawaslu beserta jajarannya. Amanah untuk menjalankan tahapan pemilu agar demokratis prosesnya, berkualitas hasilnya. Menjaga amanah yang kedua adalah dari peserta pemilu yaitu partai politik dan calon. Baik pada saat mengikuti proses apalagi nanti ketika sudah terpilih. Amanah harus benar-benar dipegang. Jangan dilupakan, apalagi nanti setelah terpilih menjadi pejabat publik. Akuntabilitas antara calon dan rakyat harus terus dibangun.
Demokrasi yang baik itu keterlibatannya dari sebelum pemilu, saat pemilu dan tentu setelah pemilu. Pemerintahan yang baik di dunia ini selalu terlihat dari partisipasi setelah pemilu, meskipun saat pemilu partisipasinya rendah. Itulah tanggung jawab bersama, menjaga amanah dari semua sisi.
Menjaga amanah yang paling mudah bagi generasi muda Z adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kepemiluan, mencari latar belakang partai dan calon untuk menjadi pertimbangan, menyalurkan aspirasi dengan rasa tanggung jawab yang kuat serta melakukan pemantauan terhadap terjadinya pelanggaran. Inilah makna toleransi melalui moderasi beragama dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. (wol/**)
Penulis Adalah Dosen STAI Syekh H. Abdul Halim Hasan Ishlahiyah Binjai dan Mantan Pengurus PMII Sumut
Discussion about this post