JAKARTA, Waspada.co.id – Putaran kedua pemilihan presiden Turki digelar hari ini, Minggu (28/5/2023), yang menjadi ajang pertarungan politik bagi capres petahana Recep Tayyip Erdogan dan rivalnya Kemal Kilicdaroglu.
Pada putaran pertama dua pekan lalu, Kilicdaroglu meraup 44,88 persen suara, kalah tipis dari Erdogan yang memperoleh 49,51 persen suara.
Karena tidak ada yang mencapai suara mayoritas atau lebih dari 50 persen, maka pilpres pun berlanjut ke putaran kedua.
Turki mengadakan pemilu setiap lima tahun. Kandidat presiden dapat dicalonkan oleh partai-partai yang telah melewati ambang batas pemilih 5 persen dalam pemilihan parlemen terakhir atau telah mengumpulkan setidaknya 100 ribu tanda tangan yang mendukung pencalonannya.
Kandidat yang memperoleh lebih dari 50 persen suara pada putaran pertama langsung terpilih sebagai presiden.
Namun, apabila tidak ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas, maka pemilihan dilanjutkan ke putaran kedua di antara dua kandidat yang memperoleh jumlah suara terbanyak pada putaran pertama.
Pada pemilu kali ini, masa depan Erdogan tidak terlihat gelap seperti yang diperkirakan beberapa orang awal tahun ini meskipun menghadapi oposisi terkuat terhadap pemerintahannya.
Kritikus berpendapat bahwa Erdogan semakin memperkuat basis dukungannya dengan melontarkan tuduhan yang tidak didukung di kubu oposisi. Ia menuduh Kilicdaroglu berkolusi dengan kelompok teror Kurdi.
“Strategi ‘bukan Muslim yang baik dan didukung oleh teroris’ menarik pemilih sayap kanan yang seharusnya memilih Kilicdaroglu,” kata Soner Cagaptay, peneliti senior di Washington Institute for Near East Policy, seperti dilansir CNN.
Pemungutan suara hari Minggu ini adalah putaran kedua pilpres pertama di Turki.
Saat ini, Erdogan dinilai siap untuk bertahan dari perubahan politik Turki. Dia juga sempat berjanji untuk menggandakan kebijakan yang dinilai bisa mengkonsolidasikan pemerintahan meski memperburuk masalah di negaranya.
“Pertanyaannya bukanlah ‘apakah dia akan menang’, tetapi ‘kemenangan seperti apa yang akan terjadi’,” cetus Cagaptay.
Jika menang, Cagaptay menyebut Erdogan akan mendapat pembenaran atas ‘kebijakan-kebijakan ekonominya yang tak ortodoks, lemahnya penegakan hukum, dan berakhirnya kemandirian sosial’. (inilah/wol/pel/d2)
Discussion about this post