SINABANG, Waspada.co.id – Entah apa alasan yang mendasari Pemerintah Kabupaten Simeulue, tiba-tiba saja telah memberikan pengelolaan Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS) ke pihak ketiga secara sepihak yang dikemas dengan bentuk kerja sama.
Padahal, pembahasan lanjutan mengenai nasib perkebunan sawit milik plat merah itu belum pun rampung difinalkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK).
Itu sebabnya, kebijakan yang terkesan senyap tadi lantas menuai reaksi lembaga dewan setempat. Dewan menilai Pemerintah Simeulue melalui pejabat pengelola sementara yang ditunjuk, telah menyalahi aturan soal ketentuan tentang aset daerah.
“Ya, itu menyalahi aturan dan cacat hukum karena dilakukan sepihak tanpa pembahasan dan persetujuan bersama antara pemerintah dan DPRK. Kami pastikan DPRK Simeulue tidak tahu kalau PDKS selama ini sudah dikerjasamakan,” kata Hamsipar, Ketua Komisi B DPRK Simeulue kepada wartawan, Jumat lalu, (22/9).
Apalagi sambungnya, kerja sama tersebut diberikan ke perorangan. Yaitu pengusaha (Agen) Pengepulan Tandan Buah Segar (TBS) bukan perusahaan berbadan hukum. Itu dibuktikan dengan terkuaknya Surat Perjanjian bernomor: 20/PKS/PS/PDKS/VIII/2023, dengan pola 30 persen untuk PDKS dan 70 persen untuk pengusaha.
Dalam surat kerjasama bermaterai itu, diketahui bertindak sebagai koordinator Manager mewakili PDKS yaitu Sahirman sala seorang pejabat dilingkup pemkab Simeulue dan Sugiarto selaku pengusaha.
Nah, mensinyalir adanya kejanggalan terkait kerjasama pengelolaan hasil produksi TBS sawit PDKS, pihaknya menegaskan akan mengambil langkah tegas. Bukan tak mungkin melaporkan ke penegak hukum.
“Bisa jadi langkah hukum itu kita tempuh. Sebab, kita ingin soal PDKS termasuk hasil produksinya dibahas dan diputuskan bersama dengan transparan, jika perlu melibatkan tokoh- tokoh masyrakat,” tandasnya.
Sementara itu Sahirman yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin, (25/9) tak menampik telah melakukan kerjasama dengan pengepul. Inti alasan mengemuka yang disampaikan yakni, untuk menyelamatkan hasil produksi TBS PDKS.
“Kita lakukan kerjasama kepengepul itu sifatnya pribadi, tidak merubah struktur manajemen perusahaan, tidak merubah aset perusahan hanya penyelamatan hasil dilapangan daripada tidak termanfaatkan. Kalau kerjasama itu tidak kita lakukan apa dasar mereka untuk memanen, kan tidak mungkin kita tunjuk tanpa ada perjanjian,” ucap Sahirman.
Karena itu ia meyakini tak menyalahi aturan soal kerjasama. Selain dalih tak permanen dan penyelamatan TBS, pun kerjasama itu dievaluasi per enam bulan sekali.
Kendati merasa tak salahi aturan, namun ia mengungkap telah menghentikan kerjasama tersebut lantaran kawatir memicu polemik sejalan dengan masa jabatannya sebagai koordinator manager telah berakhir.
“Dari pada menjadi polemik, saat ini kita sudah hentikan aktifitas dilapangan. Baik di Luan Bonik maupun Teupah Selatan. Soal benar dan tidaknya itu nanti antara pemerintah dan DPRK,” Imbuhnya. (wol/ind/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post