KISARAN, Waspada.co.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI memberikan rekomendasi mengenai sengketa lahan.HGU atas nama PT. BSP Kebun Silabat, di Desa Tomuan Holbung Asahan Provinsi Sumatera Utara.
Rekomendasi tersebut melalui surat bernomor 560/PM/.00/R/VII/2024, Komnas HAM menyimpulkan pemberian izin HGU PT BSP di Desa Tomuan Holbung terdapat maladministrasi.
Itu dikarenakan dalam proses penerbitan HGU PT BSP di Desa Tomuan Holbung tidak ada diterbitkan izin pelepasan kawasan hutan.
Ironinya lagi, dalam surat itu disebutkan telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus ini. Penyelesaian masalah yang berlarut hingga berpuluh-puluh tahun, menghalangi masyarakat untuk dapat mengakses hak atas tanah.
Selain itu, negara wajib memenuhi Keterbukaan Informasi Publik (KIP), atas perencanaan pembangunan perkebunan, pemberian izin prinsip, izin lokasi dan izin usaha yang akan dilakukan di sebuah wilayah. Hal ini jelas diatur dalam Pasal 14 (1) UU HAM.
Kesimpulan lainnya, masih ditemukan lahan warga yang belum selesai proses ganti ruginya. Seharusnya negara wajib melakukan koreksi atas putusan-putusan pejabat publik, yang memasukkan lahan milik rakyat ke dalam konsesi, untuk mewujudkan keadilan pada kerangka pelaksanaan reforma agraria.
Kesimpulan yang diambil berdasarkan atas temuan fakta dan analisis, sebagai tindak lanjut laporan FORMAPP tertanggal 18 Oktober 2022. Adapun pengaduan perihal permohonan untuk tidak diperpanjangnya HGU PT BSP di dalam kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK), seluas 1.525 hektar di Desa Tomuan Holbung.
Akan adanya kesimpulan di atas, Komnas HAM merekomendasikan kepada pihak-pihak terkait, di antaranya Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup menyelesaikan permasalahan, dengan mekanisme pemberian sanksi administrasi jika terbukti mal administrasi.
Mendorong perusahaan menjalankan kewajibannya mengalokasikan 20 persen dari total luas yang dilepaskan untuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Hal ini sesuai Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang percepatan reforma agraria yang mengatur ketentuan TORA, jika perusahaan mengajukan pelepasan kawasan hutan atas lahan HGU yang masuk dalam kawasan HPK.
Memberikan kesempatan kepada warga (FORMAPP) untuk mendaftar dalam program TORA, sebagaimana aturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepada Menteri Agraria dan Badan Pertanahan Nasional (BPN)/Direktur Pencegahan Penanganan Konflik Pertanahan/BPN Asahan, agar melakukan penelusuran informasi atas klaim masih terdapat 8 Persil dan 14 KK yang pada tahun 1988, belum mendapatkan ganti rugi atas penglepasan tanah.
Mengeluarkan lahan areal HGU Nomor 1 Huta Padang seluas 1.553,67 hektar di kawasan HPK, dari HGU PT BSP yang sedang dalam proses perpanjangan. Lalu, tidak melakukan penerbitan HGU sampai adanya penyelesaian dan koordinasi dengan Kemen LHK atas lahan yang masuk dalam kawasan hutan.
Mendorong perusahaan melaksanakan kewajibannya mengalokasikan 20 persen dari total luas yang dilepaskan untuk sumber TORA.
Kepada Bupati Asahan, berkoordinasi dengan BPN dan dinas terkait melakukan penelusuran warga yang belum menerima ganti rugi atas pelepasan tanah, serta melaksanakan verifikasi pendudukan fisik warga.
Kemudian, memastikan perusahaan melaksanakan kewajibannya mengalokasikan 20 persen dari total luas lahan untuk sumber TORA. Memastikan warga memiliki kesempatan untuk mendaftar dalam program TORA.
Kepada Dirut PT BSP, agar melaksanakan proses administratif, termasuk menerima dan menjalankan sanksi jika kemudian terbukti melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021. Mengalokasikan 20 persen dari total luas lahan yang dilepaskan.
Ketua Forum Masyarakat Peduli Pembangunan (FORMAPP) Terima Sinaga, kepada wartawan, Senin (12/8) petang membenarkan mereka ada menerima surat rekomendasi dari Komnas HAM.
Dirinya menyambut baik terbitnya surat Komnas HAM sebagai tindak lanjut laporan dari FORMAPP. “Kami berharap pihak-pihak yang disebutkan untuk segera melaksanakan rekomendasi Komnas HAM,” kata Terima Sinaga. (Dan)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post